Indonesia English
Kegiatan Membangun Sendiri
Kegiatan Membangun Sendiri

A.        Dasar Hukum 

Sumber hukum yang mendasari panduan pajak ini adalah sebagai berikut:
(i) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPN)
(ii) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 61/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (PMK 61/2022)
(iii) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (PMK 9/2018)
   

B.        Latar Belakang

Perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) atas kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam PMK 61/2022. PMK 61/2022 terbit untuk memberikan kepastian hukum, mendorong peran serta masyarakat, dan memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan serta rasa keadilan atas kegiatan membangun sendiri.
Selain itu, PMK 61/2022 diterbitkan untuk mengganti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri (PMK 163/2012) yang belum dapat menampung penyesuaian ketentuan mengenai kegiatan membangun sendiri.
Perlu diperhatikan, PPN atas kegiatan membangun sendiri bukan merupakan pajak baru. Pengenaan PPN atas kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak 1 Januari 1995.
   

C.        Definisi Kegiatan Membangun Sendiri

Kegiatan membangun sendiri merupakan kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun perluasan bangunan lama, yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Termasuk dalam kegiatan membangun sendiri, yaitu kegiatan membangun bangunan oleh pihak lain bagi orang pribadi atau badan, tetapi PPN atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain.
   

D.        Perlakuan Pajak

D.1

Perlakuan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

  D.1.1 Objek PPN
    Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan dikenakan PPN. Adapun bangunan yang dimaksud dalam konteks ini berupa 1 (satu) atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
    (i) konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
    (ii) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
    (iii) luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
    Sementara itu, kegiatan membangun sendiri tersebut dapat dilakukan secara:
    (i) sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu; atau
    (ii) bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
    Apabila tenggang waktu antara tahapan kegiatan membangun bangunan lebih dari 2 (dua) tahun, kegiatan tersebut merupakan kegiatan membangun bangunan yang terpisah sepanjang memenuhi ketentuan bangunan yang dikenakan PPN.
    PPN atas kegiatan membangun sendiri terutang pada saat mulai dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai. Sementara itu, tempat PPN terutang atas kegiatan ini adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
  D.1.2 Pemungut PPN
    PPN atas kegiatan membangun sendiri dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri. Namun, apabila kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh pihak lain, pihak lain tersebut memungut PPN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  D.1.3 Ketentuan Pengecualian
    Dalam kasus orang pribadi dan badan yang kegiatan membangun sendirinya dilakukan oleh pihak lain. Namun, PPN atas kegiatan tersebut tidak dipungut oleh pihak lain. Dalam kasus ini, orang pribadi dan badan tersebut dikecualikan dari tanggung jawab untuk membayar PPN atas kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat memberikan data dan/atau informasi yang benar dari pihak lain tersebut, yang paling sedikit meliputi:
    (i) identitas; dan 
    (ii) alamat lengkap.
  D.1.4 Penghitungan PPN
    PPN atas kegiatan membangun sendiri dihitung dengan besaran tertentu. Besaran tertentu tersebut merupakan hasil perkalian 20% (dua puluh persen) dengan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). 
    Adapun DPP tersebut berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan untuk setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah.
    Berikut ilustrasi rumus penghitungan PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri.
   
    berlaku saat ini sebesar 11%, tarif efektif dari PPN atas kegiatan membangun sendiri adalah sebesar 2,2%. Berikut perhitungannya.
   
  D.1.5 Penyetoran PPN
    PPN atas kegiatan membangun sendiri wajib disetor ke kas negara dengan menggunakan surat setoran pajak (SSP) paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. SSP harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    Terkait dengan pengisian SSP, berlaku beberapa kondisi sebagai berikut:
    (i) apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom nomor pokok wajib pajak (NPWP) pada SSP diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
    (ii) apabila tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja KPP Pratama yang berbeda dengan KPP tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, SSP diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
      a. kolom NPWP diisi dengan:
        1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
        2. angka kode KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
        3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir;
      b. kolom nama wajib pajak diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan KMS; dan
      c. kolom alamat wajib pajak diisi alamat tempat bangunan didirikan.
    (iii) apabila orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, SSP diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
      a. kolom NPWP diisi dengan:
        1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
        2. angka kode KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
        3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir;
      b. kolom nama wajib pajak diisi nama orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri; dan
      c. kolom alamat wajib pajak diisi alamat tempat bangunan didirikan.
      Perlu dicatat bahwa apabila orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Kepala KPP Pratama dapat menerbitkan NPWP secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    Kewajiban untuk menyetorkan PPN sebagaimana dijelaskan di atas dikecualikan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri apabila jumlah PPN atas kegiatan tersebut dalam masa pajak bersangkutan nihil.
  D.1.6 Pelaporan SPT Masa PPN
    Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran PPN dengan ketentuan sebagai berikut:
    (i) orang pribadi atau badan yang merupakan pengusaha kena pajak (PKP) melaporkan penyetoran PPN dalam surat pemberitahuan (SPT) Masa PPN ke KPP terdaftar; dan
    (ii) orang pribadi atau badan yang bukan merupakan PKP dianggap telah melaporkan penyetoran PPN sepanjang telah melakukan penyetoran PPN.
    SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak sebagaimana diatur dalam PMK 9/2018.
    Kewajiban melaporkan penyetoran PPN dikecualikan bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri apabila tidak terdapat penyetoran PPN.
    Kepala KPP Pratama dapat menyampaikan imbauan secara tertulis kepada orang pribadi atau badan untuk memenuhi kewajiban perpajakan dan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri:
    (i) tidak melakukan kewajiban penyetoran dan/atau kewajiban pelaporan PPN atas kegiatan membangun sendiri; atau
    (ii) telah melakukan penyetoran atau pelaporan PPN atas kegiatan membangun sendiri, tetapi berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) masih terdapat PPN yang kurang dibayar dan/atau dilaporkan.
  D.1.7 Pengkreditan PPN
    Jika SSP diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan ketentuan pembuatan SSP sebagaimana dijelaskan di atas, SSP tersebut merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. Dengan demikian, PPN yang tercantum dalam dokumen tertentu tersebut (SSP) merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    Meskipun demikian, pajak masukan yang dibayar atas perolehan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP), impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
  D.1.8 Contoh Kasus
    Berikut beberapa contoh terkait perlakuan PPN atas kegiatan membangun sendiri.
    (i) Tuan W membangun sendiri sebuah rumah tinggal. Pembangunan tersebut dilakukan secara sekaligus dimulai pada bulan Juni 2022 dengan luas 50 m2. Atas pembangunan rumah tinggal tersebut tidak dikenai PPN.
    (ii) Tuan X membangun sendiri sebuah rumah tinggal. Pembangunan tersebut dilakukan secara sekaligus dimulai pada bulan Juni 2022 dengan luas 200 m2. Atas pembangunan rumah tinggal tersebut dikenai PPN.
    (iii) Tuan Y membangun sendiri gudang dengan luas 120 m2 untuk menunjang kegiatan usahanya. Pembangunan gudang tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian luas bangunan yang dibangun sebagai berikut:
      a. bulan Juni 2022 seluas 50 m2; dan
      b. bulan Januari 2023, 6 bulan setelah tahapan pertama, dilanjutkan pembangunan seluas 70 m2.
      Tahapan membangun sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 merupakan satu kesatuan kegiatan disebabkan tenggang waktu antara tahapan tersebut tidak melebihi 2 tahun. Namun, jumlah luas bangunan yang dibangun pada satu kesatuan kegiatan tersebut tidak melebihi batasan 200 m2. Oleh karena itu, atas kegiatan membangun sendiri tersebut tidak dikenai PPN.
    (iv) Tuan Z membangun sendiri gudang dengan luas 300 m2 untuk menunjang kegiatan usahanya. Pembangunan gudang tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian luas bangunan yang dibangun sebagai berikut:
      a. bulan Juni 2022 seluas 100 m2; dan
      b. bulan Januari 2023, 6 bulan setelah tahapan pertama, dilanjutkan pembangunan seluas 200 m2.
      Tahapan membangun sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 merupakan satu kesatuan kegiatan disebabkan tenggang waktu antara tahapan tersebut tidak melebihi 2 tahun. Selain itu, jumlah luas bangunan yang dibangun pada satu kesatuan kegiatan tersebut telah melebihi batasan 200 m2. Oleh karena itu, atas kegiatan membangun sendiri tersebut dikenai PPN.
    (v) Tuan A membangun sendiri ruko dengan luas 350 m2. Pembangunan ruko tersebut dilakukan secara bertahap dengan rincian luas bangunan yang dibangun sebagai berikut:
      a. bulan Juni 2022 seluas 200 m2; dan
      b. bulan Januari 2025, 2 tahun 6 bulan setelah tahapan pertama, dilanjutkan pembangunan seluas 150 m2.
      Tahapan membangun sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 bukan merupakan satu kesatuan kegiatan disebabkan tenggang waktu antara tahapan tersebut melebihi 2 tahun. Oleh karena itu:
      a. kegiatan membangun pada bulan Juni 2022 dikenai PPN atas kegiatan membangun sendiri mengingat luas ruko yang akan dibangun melebihi batasan 200 m2 dan saat terutang atas kegiatan membangun sendiri terjadi pada saat dimulainya kegiatan membangun bangunan; dan
      b. kegiatan membangun pada bulan Januari 2025 merupakan kegiatan membangun yang terpisah dengan luas tidak melebihi batasan 200 m2 sehingga tidak dikenai PPN.
    (vi) Nyonya M membangun sendiri sebuah rumah tinggal. Pembangunan tersebut dilakukan secara sekaligus dimulai pada bulan Juni 2022 dengan luas keseluruhan 250 m2. Biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan membangun tersebut mencakup:
      a. pembelian tanah sebesar Rp500 juta;
      b. pembelian bahan baku bangunan keseluruhan Rp220 juta (termasuk PPN); dan
      c. biaya upah pekerja bangunan Rp80 juta.
      Dari biaya-biaya tersebut, biaya pembelian tanah tidak diperhitungkan karena bukan termasuk DPP dalam menghitung PPN atas kegiatan membangun sendiri.
      Dengan demikian, PPN yang terutang dapat dihitung sebagai berikut:
      2,2% x (Rp220 juta + Rp80 juta) = Rp6,6 juta.
      Berdasarkan perhitungan di atas, besarnya PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh Nyonya M adalah sebesar Rp6,6 juta. Adapun tarif 2,2% merupakan tarif efektif PPN yang berasal dari hasil perkalian besaran tertentu sebesar 20% dengan tarif PPN umum sebesar 11% yang berlaku saat Juni 2022.
         

E.        Ketentuan Khusus

Apabila kegiatan membangun sendiri dilakukan sebelum masa pajak April 2022 yang penyetoran PPN terutangnya dilakukan sebelum PMK 61/2022 berlaku, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPN yang terutang dilakukan berdasarkan PMK 163/2012. Perlu dicatat bahwa PPN KMS yang disetor tersebut merupakan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Sementara itu, apabila kegiatan membangun sendiri dilakukan sebelum masa pajak April 2022 yang PPN terutangnya dilakukan pada saat atau setelah berlakunya PMK 61/2022, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan PPN KMS yang terutang dilakukan berdasarkan PMK 61/2022 sebagaimana dijelaskan di atas.
 
Hak Cipta © 2021 Taxindo Prime Consulting
Powered by MaliniArt Studio